Potret Politik NTB

0

Posted on : 09.45 | By : Sukaraja Bersatu | In :

Begitu banyak orang heran dengan situasi keamanan dan politik lokal yang kerap memanas di NTB, mungkin menjadi pemicu atensi wisatawan asing maupun domestik untuk berkunjung lebih lama di sini. khususnya Mataram sebagai magnet propinsi NTB, konon tak banyak berubah dalam kurun satu dekade terakhir. Malahan NTB juga digolongkan sebagai salah satu propinsi termiskin di republik ini.


Padahal sumber daya alam maupun kualitas intelektual masyarakat NTB cukup mampu.
Yang menarik, situasi di NTB, belakangan ini semakin memanas seiring meningkatnya suhu politik menjelang pesta demokrasi rakyat pada 9 april 2009. panggung demokrasi saat ini sangat begitu memanas. Atraksi para seniman, dengan janji, kebohongan, dan romantisisme yang berseliweran kian ke mari, belum usai. Tepuk sorai penonton, menyaksikan kepiawaian para pelakon politik kelas wahid, di kejauhan, gelak tawa membahana dari kerongkongan para penggede politik yang belum berhasil menghipnotis penonton dengan sekarung bualan. Lolongan kengerian serentak menyulap panggung itu menjadi arena ekspresi alunan elegi untuk sebuah kehidupan yang ramai.

Pada keseluruhan sisi panggung itu berjubel manusia yang menggantungkan impian pada panggung yang begitu ramai itu. Kita, Indonesia, tanah air kita bersama, adalah sebuah panggung yang merekam ironi demi ironi, tragedi demi tragedi, paradoksi demi paradoksi, tanpa sebuah kegembiraan yang tersisa lagi. Panggung itu adalah kita dengan peta kehidupan yang compang-camping dalam kungkungan kegagalan demi kegagalan.

NTB pada khususnya. Betapa terasa gagah nan menggoda nama itu. Namun, kegagahan itu hampir melampau. Melampau, ketika sendi-sendi NTB adalah arena kehidupan yang baru saja melakukan investasi politik maha besar, dalam proyek pemilu, dengan biaya tidak terkira, namun dengan alur mencemaskan. Perhelatan politik triliunan rupiah itu, sungguh tidak
terelakkan, sedang berdiri di ujung histori kehancuran yang ada. hanya sebuah gambaran kekalahan yang lengkap: bangsa yang sedang bangkrut, politik kekuasaan yang sempoyongan dan anak negeri yang dihinggapi apatisme sosial mematikan.
Meski para pawang politik kekuasaan dan komunitas pendukung mereka membela kebijakan itu mati-matian, toh rakyat tidak dapat dipersalahkan menyebut Indonesia sudah bangkrut total. Bangsa besar ini sedang meniti sejarah paling pahit.Maka tangisan rakyat pun telah memproduksikan keuntungan politik tertentu. Deretan-deretan grafiti perlawanan mahasiswa tentang sebuah persekongkolan jahat antar institusi politik dan kekuasaan serentak mendapatkan justifikasi langsung. Begitu miskin moralitas politik kita. Politik tanpa etika. Rakyat bingung menyaksikan drama 'baku pukul' yang berlangsung di gedung parlemen terhormat.

Siapa yang dibela? Rakyat? Kepentingan politik? Agenda tersembunyi?
Program siluman? Sebuah bargaining politik? Rakyat malu menghadapi jebakan-jebakan mematikan itu.
Badai itu sedang menyapu optimisme dan kegairahan sosial yang baru tumbuh. Negara bukan saja tidak mampu memainkan peran positif melainkan telah mempresentasikan sebuah kehadiran yang tidak
bersahabat. Hanya meninggalkan kebengisan dan kekejaman yang meluluhlantakkan fondasi kehidupan. Kitab-kitab sejarah Nusantara Tenggara Barat tinggal sebuah olokan dengan menulis tambang mas PT New Mont sebagai kekayaan alam terbesar di NTB bahkan di Indonesia, namun sekarang sedang mengirimkan pesan kematian ke segala penjuru pulau.

NTB sedang tersalib pada sebuah mekanisme kehidupan yang harus membiayai kemunafikan, kerakusan, monopoli, kemurkaan, keserakahan, represi, dan egoisme politik dengan sebuah kebijakan politik ekonomi yang merampas rasa aman dan hak hidup layak. Sungguh, tidak ada alasan menolak realitas kemiskinan yang sedang mengurung Indonesia saat ini. Bahkan, karena begitu miskinnya NTB, kita tidak memiliki satu kalimat pasti dan memuaskan untuk menjelaskan semua abnormalitas ini. Tidak Gubernur. Tidak DPR. Tidak para cendekiawan pada garda depan sejarah komunitas intelektual kita.
Tinggal rakyat, sendirian, berlumur aroma kemiskinan yang semakin menyengat.Panggung itu telah sepi. Yang tinggal hanya sebentuk pelangi harapan rakyat yang terkoyak dan kamuflase politik di depan kejahatan-kejahatan tanpa hukuman.



Share this :

  • Stumble upon
  • twitter

Comments (0)

Posting Komentar